assalamualaikum,sahabat.
kali ini ane akan berbagi ilmu tentang agama.ane sendiri dapat ini dari sebuah artikel. Judulnya yaitu Bolehkah Makmum Yang Masbuk Menjadi Imam?.semoga bermanfaat :)
Mengenai makmum masbuk apakah kita boleh bermakmum kepadanya atau
tidak, ada dua pendapat. Pertama, tidak boleh. Orang yang shalat
bermakmum kepada makmum yang masbuk, shalatnya dinilai tidak sah. Ini
menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Mazhab Imam Malik menambahkan
penjelasan bahwa apabila makmum masbuk yang dijadikan imam itu sempat
mendapatkan satu rakaat bersama imam, kita tidak boleh bermakmum
kepadanya. Tetapi kalau ia tidak mendapatkan satu rakaat pun bersama
imam, kita boleh bermakmum kepadanya.
Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadits Nabi saw. “Sesungguhnya seseorang dijadikan imam untuk diikuti, maka janganlah kalian berselisih terhadapnya.”
Demikian kurang lebih sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari,
juga oleh Muslim, dan bersumber dari Sahabat Abu Hurairah r.a. Seorang
makmum, menurut pandangan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, jelas bukan
imam. Oleh karena itu, ia tidak boleh “diikuti”, dalam arti ‘dijadikan
imam’.
Dalil kedua yang dijadikan dasar pijakan oleh mazhab Abu Hanifah dan Malik adalah sabda Rasulullah saw. yang mengatakan, “Seorang imam menanggung, dan seorang muazin dipercaya.”
(HR Abu Dawud dan Tirmidzi, bersumber dari Abu Hurairah r.a.). Maksud
hadits ini: seorang imam menanggung bacaan al-Fatihah makmum. Dalam
pandangan kedua mazhab fikih ini, seorang makmum masbuk ‘ketinggalan’
membaca surah al-Fatihah yang menjadi syarat sahnya shalat, kalau ia
bermakmum dan mendapati imam sedang rukuk. Bacaan al-Fatihah makmum
masbuk itu “ditanggung” oleh imam. Lalu, bagaimana seorang masbuk yang
tidak membaca surah al-Fatihah itu dapat menjadi imam?
Kedua,
boleh bermakmum kepada makmum yang masbuk. Ini pendapat Imam Syafi’i
dan Imam Ahmad bin Hanbal. Menurut mereka, shalat bermakmum kepada
makmum lain yang masbuk tetap sah. “Kecuali kalau shalat yang dilakukan
adalah shalat Jumat,” demikian pendapat Hanbali. Ibnu Taimiyah juga
mengatakan boleh.
Pendapat ini didasarkan pada hadits
berikut. Ibnu Abbas r.a. berkata, “Suatu ketika aku tidur di rumah
Maimunah, dan Rasulullah saw. pada malam itu berada di sana. Rasul saw.
berwudu lalu melaksanakan shalat (sendiri, munfarid), lalu aku
berdiri (untuk bermakmum) di sebelah kiri beliau, tetapi beliau menarik
dan memindahkan aku ke sebelah kanannya.” (HR Bukhari dan Muslim). Juga
hadits berikut. Anas r.a. menuturkan, “Rasulullah saw. melaksanakan
shalat (munfarid) pada bulan Ramadhan. Aku kemudian datang dan
berdiri di samping beliau. Kemudian datang orang lain dan berdiri,
sampai jumlah kami agak banyak. Ketika Rasul saw. merasa bahwa kami
berada di belakang beliau, beliau lalu meringankan shalatnya. (HR
Muslim).
Berdasarkan hadits di atas, menurut pendapat kedua, seorang yang melakukan shalat munfarid boleh saja beralih menjadi imam. Dan seorang makmum yang masbuk tidak jauh beda dengan seorang yang melaksanakan shalat munfarid.
Buktinya, makmum masbuk harus melakukan sujud sahwi kalau ia lupa salah
satu rukun shalat. Jadi, makmum masbuk sah untuk dijadikan imam oleh
makmum masbuk yang datang kemudian.
Selain itu, Imam
Syafi’ dan Imam Abu Hanifah juga berpegang pada hadits lain yang
bersumber dari Ibunda Aisyah. Dalam hadits itu disebutkan bahwa Nabi
saw. bermakmum kepada Abu Bakar. Nabi shalat sambil duduk di sebelah
kiri Abu Bakar. Nabi kemudian mengimami shalat jamaah sambil duduk,
sedang Abu Bakar bermakmum sambil berdiri. Abu Bakar mengikuti shalat
Nabi saw., dan jamaah yang lain mengikuti gerakan Abu Bakar. (Hadits ini
juga diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).
Pakar-pakar
fikih mazhab Syafi’i dan Hanbali menilai bahwa hadits di atas merupakan
petunjuk bahwa perpindahan seseorang dari makmum menjadi imam adalah
sah dan pernah terjadi pada masa Nabi saw. Ketika itu, Abu Bakar yang
sebelumnya menjadi imam beralih menjadi makmum, dan Rasulullah saw. yang
sebelumnya bermakmum kepada Abu Bakar beralih menjadi imam. Dengan
demikian, seorang makmum yang masbuk boleh saja menjadi imam.
Mana
yang lebih kuat? Hemat saya, pendapat kedua lebih kuat daripada
pendapat pertama. Sebab, seorang makmum masbuk ketika melanjutkan
shalatnya setelah imam mengakhiri shalatnya, hukumnya sama dengan orang
yang shalat munfarid. Dan dari hadits-hadits yang diuraikan di atas kita ketahui bahwa seorang yang shalat munfarid boleh beralih menjadi imam. Dengan demikian, makmum masbuk pun boleh kita jadikan imam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar