selamat datang

Selamat datang di Andriyanto Blog

Rabu, 21 Agustus 2013

Bolehkah Makmum Yang Masbuk Menjadi Imam?

assalamualaikum,sahabat.
kali ini ane akan berbagi ilmu tentang agama.ane sendiri dapat ini dari sebuah artikel. Judulnya yaitu Bolehkah Makmum Yang Masbuk Menjadi Imam?.semoga bermanfaat :)
Mengenai makmum masbuk apakah kita boleh bermakmum kepadanya atau tidak, ada dua pendapat. Pertama, tidak boleh. Orang yang shalat bermakmum kepada makmum yang masbuk, shalatnya dinilai tidak sah. Ini menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Mazhab Imam Malik menambahkan penjelasan bahwa apabila makmum masbuk yang dijadikan imam itu sempat mendapatkan satu rakaat bersama imam, kita tidak boleh bermakmum kepadanya. Tetapi kalau ia tidak mendapatkan satu rakaat pun bersama imam, kita boleh bermakmum kepadanya.

Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadits Nabi saw. “Sesungguhnya seseorang dijadikan imam untuk diikuti, maka janganlah kalian berselisih terhadapnya.” Demikian kurang lebih sabda Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari, juga oleh Muslim, dan bersumber dari Sahabat Abu Hurairah r.a. Seorang makmum, menurut pandangan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, jelas bukan imam. Oleh karena itu, ia tidak boleh “diikuti”, dalam arti ‘dijadikan imam’.

Dalil kedua yang dijadikan dasar pijakan oleh mazhab Abu Hanifah dan Malik adalah sabda Rasulullah saw. yang mengatakan, “Seorang imam menanggung, dan seorang muazin dipercaya.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi, bersumber dari Abu Hurairah r.a.). Maksud hadits ini: seorang imam menanggung bacaan al-Fatihah makmum. Dalam pandangan kedua mazhab fikih ini, seorang makmum masbuk ‘ketinggalan’ membaca surah al-Fatihah yang menjadi syarat sahnya shalat, kalau ia bermakmum dan mendapati imam sedang rukuk. Bacaan al-Fatihah makmum masbuk itu “ditanggung” oleh imam. Lalu, bagaimana seorang masbuk yang tidak membaca surah al-Fatihah itu dapat menjadi imam?

Kedua, boleh bermakmum kepada makmum yang masbuk. Ini pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Menurut mereka, shalat bermakmum kepada makmum lain yang masbuk tetap sah. “Kecuali kalau shalat yang dilakukan adalah shalat Jumat,” demikian pendapat Hanbali. Ibnu Taimiyah juga mengatakan boleh.

Pendapat ini didasarkan pada hadits berikut. Ibnu Abbas r.a. berkata, “Suatu ketika aku tidur di rumah Maimunah, dan Rasulullah saw. pada malam itu berada di sana. Rasul saw. berwudu lalu melaksanakan shalat (sendiri, munfarid), lalu aku berdiri (untuk bermakmum) di sebelah kiri beliau, tetapi beliau menarik dan memindahkan aku ke sebelah kanannya.” (HR Bukhari dan Muslim). Juga hadits berikut. Anas r.a. menuturkan, “Rasulullah saw. melaksanakan shalat (munfarid) pada bulan Ramadhan. Aku kemudian datang dan berdiri di samping beliau. Kemudian datang orang lain dan berdiri, sampai jumlah kami agak banyak. Ketika Rasul saw. merasa bahwa kami berada di belakang beliau, beliau lalu meringankan shalatnya. (HR Muslim).

Berdasarkan hadits di atas, menurut pendapat kedua, seorang yang melakukan shalat munfarid boleh saja beralih menjadi imam. Dan seorang makmum yang masbuk tidak jauh beda dengan seorang yang melaksanakan shalat munfarid. Buktinya, makmum masbuk harus melakukan sujud sahwi kalau ia lupa salah satu rukun shalat. Jadi, makmum masbuk sah untuk dijadikan imam oleh makmum masbuk yang datang kemudian.

Selain itu, Imam Syafi’ dan Imam Abu Hanifah juga berpegang pada hadits lain yang bersumber dari Ibunda Aisyah. Dalam hadits itu disebutkan bahwa Nabi saw. bermakmum kepada Abu Bakar. Nabi shalat sambil duduk di sebelah kiri Abu Bakar. Nabi kemudian mengimami shalat jamaah sambil duduk, sedang Abu Bakar bermakmum sambil berdiri. Abu Bakar mengikuti shalat Nabi saw., dan jamaah yang lain mengikuti gerakan Abu Bakar. (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim).

Pakar-pakar fikih mazhab Syafi’i dan Hanbali menilai bahwa hadits di atas merupakan petunjuk bahwa perpindahan seseorang dari makmum menjadi imam adalah sah dan pernah terjadi pada masa Nabi saw. Ketika itu, Abu Bakar yang sebelumnya menjadi imam beralih menjadi makmum, dan Rasulullah saw. yang sebelumnya bermakmum kepada Abu Bakar beralih menjadi imam. Dengan demikian, seorang makmum yang masbuk boleh saja menjadi imam.

Mana yang lebih kuat? Hemat saya, pendapat kedua lebih kuat daripada pendapat pertama. Sebab, seorang makmum masbuk ketika melanjutkan shalatnya setelah imam mengakhiri shalatnya, hukumnya sama dengan orang yang shalat munfarid. Dan dari hadits-hadits yang diuraikan di atas kita ketahui bahwa seorang yang shalat munfarid boleh beralih menjadi imam. Dengan demikian, makmum masbuk pun boleh kita jadikan imam.